Selasa, 27 Januari 2015

Perhiasan Pada Bayi


Waktu itu, saya sedang menjaga adik (6 tahun) yang kebetulan dirawat di emergency room. Tiba-tiba ada seorang nenek datang menggendong cucunya, perkiraan saya, umurnya mungkin sekitar 7 bulan.

Rasanya, isi perut saya mau keluar waktu melihat kondisi bayi itu. Ada yang menancap, di bola matanya, ujung gelang. Saya langsung membelakangi adik saya, supaya dia tidak melihat. Ada di dalam ruangan itu saja dia sudah ketakutan setengah mati. Suara tangis bayi itu luar biasa kencangnya, untungnya dia di rawat di dalam ruangan tertutup.

Selagi bayi itu mendapatkan pertolongan, orangtua saya mengobrol dengan nenek tadi. Sekadar bertanya, apa penyebabnya.
'Tadi saya cuma tinggal sebentar pak, bikin susunya, pas saya balik, dia sudah nangis begitu. Pas saya lihat, taunya gelangnya sudah nancap. Saya kan panik, terus teriak ke tetangga minta tolong. Saya sama tetangga-tetangga sudah coba nyopotin gelangnya tapi gak bisa.'

Saya yang mendengar jawaban nenek itu cuma bisa diam. Hah? Mereka beramai-ramai berusaha mencopot gelang di dalam bola mata bayi tadi? Kalau mereka salah dan justru bola matanya yang copot, gimana tuh?

Setelah beberapa waktu, dokter menggendong bayi tadi dan memberikannya pada si nenek. Gelangnya sudah lepas dan alhamdulillah kondisinya baik-baik saja. Gelang itu kaku, cukup tebal, mungkin terbuat dari baja. Untungnya ujungnya bulat (mirip dengan gambar di atas) jadi tidak melukai mata bayi tadi.

Dengan wajah yang kesal, kira-kira inilah yang diucapkannya:
'Bu, bayi seharusnya tidak perlu dipakaikan perhiasan, tidak ada manfaatnya. Dan cucu Ibu ini mengalami alergi, kemungkinan besar dari susunya. Karena gatal, dia menggaruk-garuk matanya, makanya gelangnya tidak sengaja masuk. Ibu tidak tau cucu Ibu mengalami alergi? Kan kelihatan Bu, mukanya penuh bintik'.

Oh, bahkan si nenek dan orangtua si bayi tidak mengerti sama sekali kalau anaknya mengalami alergi.

Dokter semakin marah, ketika melihat ada 2 peniti di baju bayi tadi, berkarat pula. Alasan si nenek, kancingnya terlepas, makanya dipakaikan peniti. Entah memang benar soal kancing atau karena kepercayaan tertentu, ada peniti di pakaian bayi pastinya membahayakan. Kalau tertusuk, bisa-bisa kena tetanus.

Jangankan dokter, pak satpam saja sampai geleng-geleng..


image: grosircik

Selasa, 20 Januari 2015

Berusaha Mengidentifikasi Korban Kecelakaan Pesawat



Walaupun tidak kenal, tapi saya selalu ikut sedih kalau lihat berita tentang jatuhnya pesawat AirAsia. Apalagi kalau mendengar komentar dari keluarga korban.

Pada artikel sebelumnya, saya menulis mengenai berjuang agar tetap selamat jika jatuh di air, kali ini saya ingin menulis sedikit mengenai cara yang digunakan oeh petugas untuk mengenali korban. Informasi ini juga saya dengar di salah satu acara tv, saya lupa siapa waktu itu yang menjadi narasumbernya. Saya juga menambahkan dari berita lain yang saya dapat.

Pastilah para korban akan dites DNA nya, untuk dikenali. Tapi sayangnya, karena tubuh korban sudah mulai tidak sempurna lagi, selain itu, korban juga rata-rata sedang berpergian bersamaan dengan anggota keluarga intinya, makanya cara ini harus dibantu dengan cara tambahan.

Dari mata dan sidik jari
Ada alat khusus untuk mengenali kornea dan sidik jari korban. Hebatnya, di beberapa negara sekitar kita, baru Indonesia saja yang punya alat ini. Jadi korban bisa cepat ditangani.

Sidik gigi
Seingat saya, pada suatu berita, menyorot selembar kertas yang ditempel, isinya, diharapkan keluarga untuk membawa foto korban yang kelihatan giginya. Dari gigi inilah (seingat saya lagi) beberapa korban berhasil diidentifikasi.

Dari pakaian
Pada sang awak pesawat misalnya, pada saat ditemukan, pakaiannya masih utuh dan masih melekat. Selain karena air, di dalam tubuh ada bakteri (seingat saya) yang menjadikan badan mengembang ketika mengalami pembusukan. Jadi, pakaian yang dipakai bisa saja robek. Pakaian seperti kemeja, tentunya akan lebih mudah terlepas. Mengenali lewat pakaian juga bisa dilihat lewat video yang ada di bandara. Bagi mereka yang berfoto dan sempat mengirimkan ke keluarganya yang lain, mungkin bisa membantu kalau korban ditemukan. (inshaAllah).

Dari tanda khas di badan
Misalnya tahi lalat, tompel, tanda lahir, bekas luka atau tato.

Dari perhiasan
Saya tidak tau jumlahnya, tapi ada korban berhasil diidentifikasi lewat perhiasan yang dipakainya bahkan dari gaya rambutnya.

Dari kartu identitas
Ada juga yang dikenali karena ditemukan kartu identitas (SIM) di sakunya.

Rabu, 14 Januari 2015

Ambil Pelajaran dari Musibah Jatuhnya AirAsia


Lagi, bencana datang bagi masyarakat Indonesia. Seketika Indonesia gempar karena musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Saya tidak mau membicarakan teori-teori tentang jatuhnya pesawat ini, awan cumulonimbus, pesawat tidak ada izin terbang, atau apalah, bagi saya ini adalah musibah. Apa pun yang jadi penyebabnya, bagi saya, ada kehendak Tuhan dibelakangnya.

Mari kita fokuskan diri untuk hal lain yang sekiranya lebih penting daripada berprasangka buruk. Sudah cukuplah kita lihat keluarga para korban larut dalam kesedihan, jangan ditambah dengan yang tidak-tidak. Naudzubillah min dzalik..

Kebetulan, saya cukup mengikuti kabar dari perkembangan pencarian pesawat ini dan para korbannya. Tapi saya tidak memfokuskan diri untuk mendengarkan pertanyaan-pertanyaan wartawan atau wartawati yang terkadang kurang wajar atau kurang cerdas. Saya lebih senang mengikuti berita yang lebih edukatif.

Berjuang agar tetap selamat
Salah satu stasiun tv pernah menghadirkan beberapa narasumber yang memberikan informasi mengenai cara bertahan hidup jika jatuh di perairan, ya seperti kecelakaan ini misalnya. Triknya ialah, usahakan tenangkan diri. Semakin kelewat ‘heboh’, maka akan terlalu banyak air yang tertelan, nah, efeknya akan jauh lebih berbahaya.

Berusaha supaya tetap mengapung. Coba pegang benda-benda yang bisa membantu Anda tetap mengapung, misalnya puing. Syukur, kalau Anda sudah menggunakan pelampung dan sudah mengembang dengan baik.

Saat membaca ini atau misalnya Anda juga ikut mendengar berita ini di tv, mungkin Anda bakal mengatakan sesuatu seperti, ‘Enteng sekali bicaranya, coba kalau situ yang ada di laut seperti para korban, apa ya sempat berpikir begitu?

Anda bebas berkomentar, tapi menurut saya, ini adalah sebuah informasi yang bagus, malah, mungkin bisa membantu menyelamatkan nyawa.


image: loseweightandgainhealth


Minggu, 11 Januari 2015

Tetangga Bikin Kesal



Nikmatnya punya tetangga yang care dan baik. Ada yang datang bawa makanan, oleh-oleh atau sekadar bertamu untuk ngobrol. Ada juga yang ikhlas banget sampai-sampai kalau beliau nyapu di jalanan sekitar rumah, sampah di depan rumah kita juga ikut dibersihkan. Tapi kalau punya tetangga yang kelakuannya kayak di bawah ini nih, ganggu!

Berisik
Berisiknya bisa karena berbagai hal. Misalnya, suami istri berantem, enggak peduli walau suara dan isi pertengkaran mereka kedengaran sama orang lain. Berisik lainnya adalah dari suara mesin, kayak usaha konveksi atau bengkel, suka pencet-pencet klakson dan suka ngegas motor. Ada juga yang suka nge-band, di jam orang tidur siang pula. Mending kalau suara dan permainannya bagus..

Yang paling mengganggu adalah penggunaan mic. Entah itu yang dipakai saat ada perkumpulan, acara tertentu atau ada misalnya senam pagi. Kadang, suara musiknya bikin orang sekomplek terpaksa bangun. Di mana rasa toleransinya, nih?

Pinjam Barang
Yang dimaksud di sini, ialah tetangga yang suka pinjam barang tapi enggak pernah pulangin lagi. Biasanya nih barangnya berupa perkakas (palu, bor) atau alat-alat makan (piring saji, termos, sendok).

Ambil Sesuatu Tanpa Izin
Kadang, saking merasa dekatnya dengan orang, orang seringkali mengambil yang bukan miliknya tanpa izin. Dengan yakinnya merasa kalau si tuan rumah enggak bakal marah atau protes. Misalnya nih, metik buah di halaman tetangga atau misalnya dedaunan untuk bahan masakan. Sekali-sekali sih enggak masalah ya, tapi kalau setiap mau masak ngambil tanaman orang, memangnya enggak malu? Ngambilnya pakai merusak pula. Misalnya, bukannya cukup dipetik, tapi malah sekalian batangnya dipatahkan. Padahal, kalau bilang baik-baik, pasti juga dikasih, malah mungkin dapat lebih banyak.

Sampah pohon
Sering nih, misalnya si tetangga punya pohon besar yang dahannya sampai ke masuk rumah kita. Ini biasanya kalau dinding rumah kita dan dia menempel. Daun keringnya itu, berceceran di halaman kita. Aduh, dipotong dong..

Ampun, deh..


image: vectorboom

Dikerjai Petugas Service AC



'Sudah jatuh, tertimpa tangga'. AC di salah satu kamar di rumah, sudah beberapa hari ini enggak dingin dan menetes terus. Enggak cuma bikin banjir di lantai, suara tetesan air yang jatuh di ember juga berisik sekali. Oh ya, mungkin karena belum di service. Kebetulan, urusan service AC ini, kami cukup tertib, AC di rumah selalu di service, setidaknya per tiga bulan sekali.

Karena kepepet, yang bukan langganan pun akhirnya dipanggil (dari brosur-brosur yang biasa di gantung di pagar). Langganan kami katanya sedang sibuk, jadi harus menunggu giliran. Mungkin sibuknya mengalahi pak Jokowi.

Pagi itu, datanglah dua orang petugas service AC. Kalau dilihat-lihat, 'wujudnya', beda banget dengan langganan kami yang berseragam rapi dan sopan. Orang-orang ini membersihkan AC, sesekali merokok sambil keluar masuk rumah. Karena enggak kenal dengan mereka, saya mengutus adik laki-laki saya untuk mengikuti mas-mas ini, tapi yaaah namanya juga orang enggak ngerti tentang ini sama sekali, jadi menurut si adik, semuanya baik-baik saja.

Setelah selesai dan orang-orang ini pergi, kami sekeluarga juga pergi. Semua AC yang habis di service tadi langsung dimatikan.

Kami pulang malam hari. Pas istirahat sambil nonton tv, AC kami kok mati terus ya, sekian menit sekali. Kami pikir, mas tadi mungkin enggak sengaja pencet timer. Tapi setelah dilihat, timernya off. Barulah kami sadar kalau ada yang enggak beres dengan AC-AC kami yang tadi di service.

Kami service 5 AC sekaligus. Kira-kira, inilah hasilnya:
  1. AC A. Awalnya kurang dingin, setelah di service, semakin enggak dingin, mesin mati  per sekian menit.
  2. AC B. Awalnya kurang dingin, setelah di service, tetap enggak dingin.
  3. AC C. Awalnya enggak dingin, setelah di service, tetap sama.
  4. AC D. Kondisi sebelum dan sesudah di service, sama. Dingin.
  5. AC E. Awalnya kurang dingin dan netes, setelah di service, cuma keluar angin saja.
Sesuai perjanjian, kalau ada yang bermasalah, telepon saja, petugas bakal datang lagi. Nah, besoknya, mereka datang lagi setelah kami komplain. Dari dua orang yang datang kemarin, satunya orang yang sama, satunya baru lagi. Ketika ditanya, tentang kira-kira apa penyebab AC kami malah jadi enggak beres, berceritalah si petugas itu panjang lebar. 'Freon kosong', dan sebagainya. Itu kata dia.. Dan ketika ditanya pun, cara bicaranya kurang sopan, melawan pula.